Pernikahan Keraton Djogyakarta

Pernikahan Akbar Keraton Yogyakarta akan digelar pada 16-19 Oktober 2011. Sedangkan untuk upacara wisuda gelar calon pengantin akan dilaksanakan pada 3 Juli 2011 di bangsal Purworetno Keraton Ngayogyokarto Hadiningrat.

Keraton Yogyakarta saat ini sedang mempersiapkan para penari yang akan tampil pada perhelatan pernikahan puteri bungsu Sultan HB X yang juga finalis Miss Indonesia 2009, GRA Nurastuti Wijareni dengan M Ubaidillah.

Pernikahan akbar keraton Yogyakarta tersebut akan melibatkan delapan kereta kencana keraton, diantaranya Kereta Kyai Jong Wiyati yang nantinya akan membawa iringan kedua mempelai saat kirab menuju Bangsal Kepatihan.

Sedangkan untuk tariannya, tengah dipersiapkan Tarian Bedoyo Manten yang akan dibawakan enam perempuan dan Tari Lawung yang ditarikan 12 penari laki-laki dari keraton. Latihan dilakukan di keraton dan Ndalem Yudhonegaran.

Pada 23 Juli 2011, para penari tersebut akan di uji coba tampil di Taman Budaya Solo. Sedangkan dalam prosesi kirab nanti, selain kereta kencana ada pula kirab prajurit keraton, diantaranya Mantrjero dan Wirobrojo yang akan membawa bendera gula kelapa.
 
Jelang akad nikah, pasangan "royal wedding" Kesultanan Yogyakarta harus menjalani sejumlah tradisi. Hari ini calon menantu Sultan Hamengku Buwono X, Pangeran Haryo Yudanegara atau Achmad Ubaidillah, menjalani tradisi nyantri.

Dalam tradisi nyantri, Ubay (panggilan Ubaidillah) akan menjalankan tradisi mondok. Tujuannya adalah untuk mengadaptasi dengan lingkungan Keluarga Kraton dan rumah.

Dalam prosesi ini, Ubay pun dijemput oleh utusan dalem Kraton dengan kereta kuda. Calon mempelai pria itu menempuh perjalanan dengan kereta kuda dari Dalem Mangkubumen menuju Kesatrian Magangan Kraton.

Tiga Kereta Kuda menjemput mempelai pria yang didampingi oleh utusan Dalem Kraton, Kanjeng Raden Temenggung (KRT) Jatiningrat atau Romo Tirun, KRT Hadiningrat, KRT Pujaningrat dan KRT Yudo Hadiningrat.

Kota Yogyakarta sedang bersibuk diri menjelang pernikahan putri bungsu Sri Sultan Hamengku Buwono X, Raja Ngayogyakarta Hadiningrat. Si bungsu bernama GRAj Nurastuti Wijareni atau bergelar GKR Bendara dipersunting  Achmad Ubaidillah yang bergelar KPH Yudanegara.
Perbincangan seputar pernikahan itu bukan melulu kemegahannya, tetapi juga kejanggalan-kejanggalannya. Memang, kejanggalan itu tidak muncul di media, barangkali pakewuh dengan Sultan, tetapi jika mau mendengar obrolan para sesepuh di Jogja, maka tersembullah kejanggalan dimaksud.
Sebagai orang Bantul, tak urung saya mendengar obrolan para sesepuh itu. Setidaknya terdapat beberapa kejanggalan, di antaranya:
1. Pada 16 Oktober 2011 berlangsung prosesi Nyantri. Dalam prosesi ini diselipkan upacara  “plangkahan”. GKR Bendara yang bungsu ini musti mendahului kakak perempuan nomor empat (Sultan dan Ratu Hemas dikaruniai lima anak, semua putri) yang masih studi di luar negeri. Oleh karena itu harus ada upacara melangkahi atau plangkahan.
Kejanggalannya: Kata Mbah Dulrohim, yang sehari-hari nyepi di Parangtritis, dalam sejarah Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, tak boleh ada anggota kerajaan yang secara terbuka nikah terlebih dahulu dari yang lebih tua (kakak). Ini terkait soal martabat, dan Kraton sangat menjunjung tinggi martabat!
Permaklumannya, barangkali ini sudah zaman modern, jadi tak persoalan bila ada “yang muda” mendahului “yang tua” dalam pernikahan. Tetapi, ini kraton yang jadi pusat budaya adiluhung, apa iya harus kalah dengan modernisasi?
2. Pada 18 Oktober 2011, pukul 16.00 wib,  berlangsung prosesi kirab pengantin dari Kraton menuju Kepatihan.
Kejanggalannya: Biasanya kirab itu untuk anak sulung (putra mahkota) kraton. Wajar jika GKR Pembayun (putri sulung/putri mahkota) dikirab saat pernikahannya dulu. Namun untuk putri kedua dan putri ketiga, tak ada kirab saat mereka menikah. Tiba-tiba, putri bungsu ini kok dikirab? Ada apa ini?
Permaklumannya, barangkali budaya tinggi musti kompromi dengan budaya pop, sehingga tradisi kraton disisihkan saja. Maka, kirab pun dilangsungkan demi promosi wisata sekaligus menghibur rakyat Jogja yang berjejalan di sepanjang Malioboro.
Kejanggalan lain: Rute kirab dari Kraton-Kepatihan, kenapa bukan Mubeng Beteng? Semua tahu, rute ritual kraton itu ya Mubeng Beteng, bukan menelusuri Malioboro. Saat GKR Pembayun menikah, kirabnya juga Mubeng Beteng. Secara historis tradisi Mubeng Beteng berkembang sebelum Mataram-Hindu. Saat itu disebut muser atau munjer (memusat), berarti mengelilingi pusat. Dalam konteks ini mengelilingi pusat kerajaan. Sumber lain menyebutkan Mubeng Beteng justru berawal dari Kerajaan Mataram (Kotagede) saat merampungkan pembangunan benteng mengelilingi Kraton tepat satu Suro 1580. Prajurit  rutin mengelilingi (mubeng) benteng untuk menjaga Kraton. Dalam perkembangannya tugas ini dialihkan dari prajurit kepada abdi dalem, dan para abdi dalem itu bertugas dengan membisu sembari membaca doa-doa di dalam hati agar mereka diberi keselamatan.
Permaklumannya adalah melihat perkembangan situasi sekaligus konteks pariwisata. Nah, betul kan demi wisata? Kata panitia, kalau Mubeng Beteng diterapkan sekarang, itu menyita banyak waktu. Lagi pula ini bukan kirab tapi miyos dari Kraton ke Kepatihan. Tetapi, kenapa GKR Pembayun bisa Mubeng Beteng? Toh rute lebih panjang dan rakyat lebih punya tempat lebih leluasa. Ada rumor, karena ini si bungsu cukuplah rute dikasih saja Kraton-Kepatihan (Malioboro) yang lebih pendek dan nilai spiritualnya jauh di bawah Mubeng Beteng!
3. Pada 18 Oktober 2011, malam, berlangsung resepsi di Kepatihan.
Kejanggalannya: Lho kok di Kepatihan yang nota bene di luar kompleks kraton? Para sesepuh di Jogja berbisik-bisik, ketiga putri pertama resepsi di lingkungan kraton, kok yang ini malah di kepatihan (di luar kraton). Dalam sejarahnya kepatihan itu identik dengan pusat patih (namanya juga kepatihan ya?). O ya, kepatihan ini berada di Jl Malioboro yang sehari-hari jadi pusat kantor gubernur. Letaknya nyaris di ujung utara Malioboro.
Ada rumor, karena mempelai pria bukan darah biru, resepsi berlangsung di luar kraton saja!
Permaklumannya, pihak kraton konon mau menghidupkan kembali tradisi yang berlangsung pada era Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Saat itu resepsi pernikahan berlangsung di Kepatihan.
Itulah rumor yang beredar di kalangan sesepuh warga Jogja. Jelas tak muncul di media. Takut kuwalat sama Sultan! Tetapi, ada baiknya para ahli budaya Jawa maupun pihak Kraton mau membuka diri menjelaskan duduk persoalannya. Jangan sampai ada rumor di tengah pesta agung ini.
Apapun rumornya, ada baiknya datang saja ke Jogja untuk nonton pernikahan agung ini. Jangan kaget kalau susah dapat hotel atau penginapan. Siap-siap saja tidur di masjid, stasiun atau di mobil saja! Ini jadwal pernikahan itu:
16 Oktober : Prosesi Nyantri
17 Oktober : Siraman - Majang - Pasang Tarub
18 Oktober : Ijab - Panggih - Resepsi (NB: Kirab pukul 16.00)

sumbernya :
http://www.deeahzone.com
http://regional.kompasiana.com
http://regional.kompasiana.com

Penulis : Riky Konfen ~ Sebuah blog yang menyediakan berbagai macam informasi

Artikel Pernikahan Keraton Djogyakarta ini dipublish oleh Riky Konfen pada hari Senin, 21 November 2011. Semoga artikel ini dapat bermanfaat.Terimakasih atas kunjungan Anda silahkan tinggalkan komentar.sudah ada 0 komentar: di postingan Pernikahan Keraton Djogyakarta
 

0 komentar:

Posting Komentar