Pada akhir-akhir ini marak terjadi Kasus Pencurian Pulsa.
Ada yang karena kelalaian konsumen itu sendiri ada juga yang karena Operator Nakal yang sejujurnya saya juga sering jadi korban. Sudah berkali-kali saya ganti kartu cuma gara-gara REG ga jelas padahal saya juga ga REG mau UNREG pun disusah-susahin.
Pendapat dari para ahli Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika, Gatot S. Dewabroto, menegaskan bahwa pihaknya berhak untuk memberi sanksi operator nakal, termasuk mereka yang melakukan pencurian pulsa lewat modus penipuan sedot pulsa.
“Kominfo dan BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia) mempunyai hak untuk memberi sanksi, mulai dari peringatan, verifikasi, hingga pencabutan izin. Pemerintah atau regulator tidak akan melindungi operator yang nakal,” kata Gatot usai rapat dengan 10 operator telepon selular di Kantor Kominfo, Jakarta Pusat, Rabu 5 Oktober 2011.
Gatot menjelaskan, operator selular yang berkecimpung dalam bisnis telekomunikasi itu sendiri mengaku tidak pernah bermaksud melegalkan layanan yang menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat. “Mereka sadar dampak hukumnya tinggi, karena mereka bisa digugat balik oleh institusi maupun individu,” papar Gatot.
Kominfo sendiri terus mengumpulkan data-data terkait penipuan sedot pulsa yang makin meresahkan masyarakat tersebut. “Pencurian pulsa adalah tindak kriminal,” ujar Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring. Ia menekankan, Kominfo akan menyeret content provider yang terbukti dengan sengaja mencuri pulsa pelanggannya, ke pihak kepolisian.
Pekan depan, Kominfo juga akan berkoordinasi dengan Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), dan Kementerian Sosial, untuk mendalami soal pencurian pulsa dengan modus undian berhadiah.
Pertanggung jawab ?Siapa yang harus bertanggung jawab?
Terkait dengan adanya laporan masyarakat terkait pencurian pulsa oleh beberapa conten provider (CP) nakal. Lima Suara Masyarakat (Lisuma) menyampaikan tuntutannya kepada pemerintah.
Ketua Lisuma Jakarta, Al Akbar mengatakan pemerintah melalui Kemenkominfo dinilai telat merespon pencurian pulsa yang dilakukan oleh CP nakal tersebut.
Padahal Kemenkominfo seharusnya melakukan pengawasan terhadap para provider telekomunikasi di Indonesia dan melindungi masyarakat dari pencurian pulsa yang diduga dilakukan CP, meskipun tanpa ada campur tangan dari operator.
Pencurian pulsa ini melanggar peraturan menteri Nomor 01/PER/M.KOMINFO/01/2009, dan undang-undang pada pasal 13 Ayat 1 yang berbunyi, penyelenggaraan jasa pesan premium dilarang mengenakan biaya pendaftaran.
Sementara pasal 18 juga masih terkait dengan ini pasal, yakno pengiriman pesan jasa singkat ke banyak tujuan wajib menyediakan fasilitas kepada penerima pesan untuk menolak pengiriman pesan berikutnya.
Al Akbar menjelaskan, semestinya seseorang harus didaftarkan terlebih dulu untuk mengikuti suatu program.
"Tapi kalau orang dikirimi sesuatu tanpa izin, kemudian dipotong pulsanya, ini sudah kriminal dan melanggar hukum. Kami meminta adili cp maupun operator yang terduga mencuri pulsa masyarakat," ungkapnya di depan gedung Sapta Pesona, Rabu (5/10/2011).
Oleh karena itu, Lisuma mengajukan lima tuntutan terkait adanya cp yang mencuri pulsa masyarakat. Tuntutan tersebut, antara lain :
1. Menuntut dan menggugat provider yang diduga melakukan pencurian pulsa.
2. Tindak tegas operator nakal sesuai dengan aturan yang berlaku.
3. Kembalikan pulsa masyarakat Indonesia yang telah dicuri olah operator nakal.
4. Aparat penegak hukum wajib mengusut tuntas pencurian pulsa yang dilakukan oleh operator nakal.
5. Menkominfo dinilai gagal dalam melindungi penggunaan telekomunikasi Indonesia dan dituntut turun.
Hasilnyapun NIHIL
walau sudah ada yang melaporkan namun Pencurian Pulsa Semakin Meluas
Mahasiswa Universitas Gunadarma, Depok, Jawa Barat, melaporkan penipuan pulsa ke posko pengaduan, Kamis (6/10/2011). Pos pengaduan di Depok ini baru dibuka untuk mewadahi pelanggan nomor seluler yang mengalami penipuan pulsa.
Ningsih merasa heran sekaligus sebal karena pulsa di telepon genggamnya tinggal Rp 300, padahal baru sehari sebelumnya dia mengisi pulsa senilai Rp 20.000.
"Dari kemarin saya tidak menelepon siapa pun, juga tidak mengirim SMS karena saya enggak bisa alias gaptek. Kok pulsa habis, ya?" keluhnya.
Pengguna lain, Eka, membiarkan pulsanya habis dan nomor telepon genggamnya hangus, lalu menggantinya dengan nomor baru setelah dia tak berhasil menghentikan penyedotan pulsa oleh penyedia konten. Ia sebelumnya berkali-kali mengetik "unreg" dan melapor kepada penyedia konten (content provider atau CP) bersangkutan.
Menurut anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), Danrivanto Budhijanto, "Memang badan itu telah menemukan 60 CP yang ditengarai melakukan tindak pencurian pulsa. Namun karena masih dalam proses penyidikan, kami belum bisa menyampaikannya kepada publik."
"Jika kami sudah menemukan CP yang benar-benar melakukan kesalahan dan sudah mengganti biaya pelanggan yang juga prosesnya kami awasi, maka itu baru bisa disiarkan kepada publik. Jadi, masyarakat diminta sabar karena kami terus memprosesnya hingga saat ini," ujarnya.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), BRTI, beserta para operator telekomunikasi juga telah mencekal izin 60 CP nakal yang diduga terlibat kasus pencurian pulsa pelanggan.
Sejak pertengahan Juli lalu, Kemkominfo membuka layanan aduan terkait SMS premium melalui nomor 159 yang dikelola oleh BRTI. "Sejak dibuka, sudah banyak pengaduan yang masuk. Kami biasanya langsung menghubungkannya ke semua operator yang terkait saat itu juga untuk melaporkan hal ini," ungkapnya.
Komisioner BRTI itu juga mengatakan bahwa badan regulasi ini telah bersifat sinergis dengan operator untuk menyesuaikan masalah tersebut. Ada tiga variabel untuk menangani masalah pencurian pulsa, yaitu teknologi, regulasi, dan hukum. BRTI juga tidak hanya mengatur CP, tetapi juga jasa pesan premium yang disebarkan.
Aktivis Teknologi Informasi dan Komunikasi, Bona Simanjuntak, menilai kerugian yang ditimbulkan akibat aksi negatif CP nakal tersebut kemungkinan jauh lebih besar dari klaim Menkominfo Tifatul Sembiring yang menyebut jumlahnya belum sampai Rp 100 miliar.
"Kejahatan ini telah berlangsung sejak 2007. Jika operator mempunyai 10 juta pelanggan yang terkena modus penipuan ini, maka terdapat Rp 2.000 x 10 juta atau sebesar Rp 20 miliar uang pelanggan yang 'dirampok'," ujarnya.
"Bayangkan bila hal itu terjadi di lebih dari lima operator besar di Indonesia dan dilakukan setiap hari. Dalam toleransi satu tahun saja, akan lebih dari Rp 30 triliun uang masyarakat diambil. Dengan asumsi lima operator mempunyai 10 juta pelanggan aktif setiap hari (yang menjadi korban)," katanya.
Bona juga meyakini bahwa ulah nakal para CP yang menggembosi pulsa pengguna seluler Tanah Air tidak memiliki satu modus, tetapi beberapa cara. Aksi ini pun bukan mustahil terjadi atas "izin" dan diketahui oleh operator.
Terkait makin maraknya pencurian pulsa, Komisi I DPR telah memanggil Menkominfo Tifatul Sembiring bersama lima perusahaan operator dan BRTI untuk membahas dugaan pencurian pulsa pelanggan seluler oleh perusahaan penyedia konten.
Rapat dengar pendapat yang berlangsung alot itu mempertanyakan kinerja BRTI dan mengusulkan moratorium pelayanan SMS premium, yang diduga menjadi alat pencurian. Mereka juga memasalahkan kelalaian operator yang mengaku tidak tahu kasus pencurian pulsa yang merugikan masyarakat.
Anggota Komisi I DPR dari Partai Demokrat, Roy Suryo, mengusulkan agar pemerintah dan operator mengumumkan perusahaan penyedia konten nakal yang kerap menyedot dan mencuri pulsa. Dalam rapat ini, Komisi I meminta komitmen operator seluler dan juga bukti konkret terkait kasus penipuan pulsa tersebut.
Namun, menurut Tifatul, yang pasti CP sebagai industri yang kreatif tidak akan pernah ditutup karena masih banyak yang positif dan tidak melakukan kecurangan. Dia berjanji akan berkoordinasi dengan pihak kepolisian agar CP yang merugikan masyarakat dapat dikenai sanksi hukum.
Modus pencurian
David Tobing, pengacara konsumen, pada pertemuan dengan Kemkominfo, BRTI, operator, dan konsumen mengaku tidak puas karena hasil pertemuan bersifat klise dan tidak mungkin bisa direalisasikan.
"Tidak menguntungkan bagi konsumen. Hal yang konkret untuk pengakuan pelanggaran masih tidak dilakukan secara jelas. Mereka (BRTI, Kemkominfo, dan operator) hanya akan terus melakukan koordinasi, bukan melakukan monotorium seperti yang diminta DPR dengan menghentikan kerja sama antara CP dan operator. Dengan begitu, pengiriman layanan SMS CP bisa dihentikan sementara sampai kasus ini selesai," katanya.
Himpunan Lembaga Konsumen Indonesia Jawa Barat (HLKI Jabar) melaporkan sejumlah operator seluler dan CP kepada Polda Jabar. Pelaporan terkait banyaknya keluhan masyarakat yang merasa dirugikan oleh maraknya aksi penipuan SMS dan pencurian pulsa.
Menurut Ketua Umum HLKI Jabar Firman Turmantara, organisasinya sejak 1 Oktober lalu telah membuka posko pengaduan di kampus Universitas Pasundan, Bandung, untuk masyarakat yang menjadi korban penipuan SMS dan pencurian pulsa.
Ternyata posko pengaduan tersebut mendapat respons cukup baik dari masyarakat. Hingga saat ini sudah ada sekitar 280 pengaduan masyarakat, baik yang melalui SMS, telepon, ataupun datang langsung ke posko dan mengisi formulir.
Mereka yang mengadu tak hanya dari wilayah Jabar, tetapi juga dari Semarang, Jakarta, dan Jawa Timur. Mereka kebanyakan mengeluhkan pemotongan pulsa yang tidak dikehendaki pelanggan, termasuk SMS premium yang tidak bisa distop atau di-unreg.
"Bahkan ada juga yang dicuri pulsanya setelah beberapa saat mengisinya," katanya.
Kasus ini hampir terjadi di semua operator seluler, termasuk Telkomsel, XL, Indosat, dan Flexi. "Ini jelas merupakan kejahatan murni. Dari modusnya, ada beberapa tindak pidana, di antaranya pencurian, penipuan, dan perampasan," ujarnya.
Dia juga mengingatkan, harusnya operator seluler lebih selektif dalam memilih CP sehingga tidak merugikan masyarakat. "Apalagi dengan itu masyarakat seolah-olah dijebak dan ditipu."
Firman kemudian meminta kepada masyarakat yang telah mengalami kasus seperti dia untuk meminta agar mereka langsung menghubungi nomor 081322117717 sehingga bisa bersama HLKI melaporkan hal ini kepada kepolisian.
Menurut Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso, DPR akan mendesak pemerintah untuk mengambil tindakan cepat dan tegas guna mengatasi pencurian pulsa. Selain itu, Menkominfo harus berkoordinasi dengan kepolisian lantaran penyedotan pulsa, termasuk tindak pidana.
"Kecurangan ini sistematis. Kami sedih karena ini menyangkut perlindungan terhadap masyarakat, sesuatu yang selama ini tidak terlaksana. Banyak kasus, baik yang terungkap maupun tidak, yang sangat merugikan, terutama terhadap pelanggan prabayar," katanya. "Kalau benar ada pembiaran, patut disesalkan. Kami minta content provider nakal di-black list," katanya.
Saat ini di berbagai operator Telekomunikasi seperti Telkomsel banyak pencuri pulsa yang berkeliaran. Meski orang tidak berlangganan, tahu-tahu langsung dimasukkan sebagai pelanggan dan pulsanya dikurangi antara Rp 500-Rp 2000 per SMS yang dikirim oleh pencuri pulsa tersebut. Ini sangat merugikan.
Harusnya bukan cuma si pencuri pulsa yg dihukum. Operator yg membiarkan pencurian pulsa terjadi juga harus bertanggungjawab.
Bayangkan jika per sms Rp 2000 dan jumlah pelanggannya 15 juta. Rp 30 milyar/sms melayang. 10 SMS saja yg sempat terkirim berarti Rp 300 milyar yg dicuri. Pencuri Pulsa dan Operator harus didenda 10x lipat dari uang yg dicuri dan dihukum pidana juga.
Pemerintah harus tegas.
Pemerintah harus tegas.
Saya lihat Hasil Pertemuan Regulator-Operator Soal ‘Pencuri Pulsa’ tidak menjamin pencurian pulsa tidak terjadi lagi. Bayangkan meski saya tidak pernah kirim SMS Reg ke 9044, tahu2 pencuri pulsa tsb mengirim berbagai SMS premium ke saya via Telkomsel. Setelah sadar, baru saya UNREG.
Harusnya meski ada Content Provider nakal yang memasukkan pemakai HP sebagai pelanggan tanpa izin, Operator tidak bisa memotong pulsa begitu saja. Operator harus memeriksa benarkah pemakai HP tersebut benar-benar mengirim permintaan berlangganan ke CP tersebut. Operator harus bisa melindungi pemakainya dari pencurian pulsa oleh Content Provider yang nakal. Kalau tidak tahu caranya, tanya sama saya…:) Tapi serius dengan cara authentifikasi yang baik bisa kok ketahuan.
Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang didampingi Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) baru saja melakukan pertemuan dengan perwakilan operator untuk membahas kasus pencurian pulsa dari layanan konten premium.
Berikut 5 hasil dari pertemuan tersebut:
1. Tidak ada maksud dari operator untuk memfasilitasi content provider (CP) yang meresahkan masyarakat. Sebab mereka sadar kalau hukumnya tegas dan bisa menyangkut pidana.
Namun menurut Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo Gatot S. Dewa Broto, apa yang diutarakan operator tersebut perlu dibuktikan lebih lanjut. "Lihat perkembangannya, kalau ternyata ada bukti pengaduan kita harus fair dengan menindak tegas," tukasnya kepada detikINET, Rabu (5/10/2011).
2. Kalau CP terbukti bersalah dan menjalankan praktek bisnis yang tidak baik seperti melakukan penipuan atau pencurian pulsa, maka operator berhak menghentikan perjanjian dengan CP tersebut secara sepihak.
Hal ini dimaksudkan agar lebih ketat kerja sama bisnis di antara keduanya. Kemudian untuk selanjutnya bakal diberikan persyaratan terkait sanksi pidana, jadi kalau ada kesalahan CP tersebut tahu sanksi pidananya, biar ada efek jera.
Sanksi tegas pun berlaku pula bagi operator yang jika melakukan pelanggaran maka akan mendapat sanksi dari BRTI atau Kementerian Kominfo.
3. Para operator diimbau untuk membuat semacam posko pengaduan secara fisik atau hot line. Jadi jika ada masalah dari para pelanggan mereka dimungkinkan untuk langsung mengadu ke operator.
4. Kemungkinan tergerusnya pulsa dari long number (081***********) sangat kecil, namun hal ini bukan berarti tidak mungkin. Tapi kalau berasal nomor short code akan lebih besar kemungkinannya. Biasanya dalam pesan tersebut ada yang mengarahkan untuk teregistrasi dengan layanan penipuan yang menjerat masyarakat.
5. Mengedukasi secara berulang dan masif terkait penipuan dari CP nakal yang terjadi di masyarakat. "Kominfo pun meminta dengan sangat agar operator membuat iklan layanan secara masif. Iklan ini terkait reg-unreg, pengaduan, dan lainnya. Sehingga pelanggan bisa lebih jelas dalam menggunakan layanan diberi pencerahan," tukas Gatot.
Pertemuan yang berlangsung di Gedung Sapta Pesona tadi dipimpin oleh Gatot dan ditemani oleh perwakilan BRTI Danrivanto Budhijanto. Sementara dari operator yang datang perwakilan dari humas, regulatory, dan divisi bisnis Value Added services (VAS).
Ini baru permulaan, nanti tanggal 11 Oktober baru akan ada pertemuan dengan lingkup yang lebih besar dengan melibatkan Kementerian Sosial, YLKI, pihak Kepolisian, Bank Indonesia, dan LSM," Gatot menandaskan.
Sumber:
Pengalaman Penulis, http://nasional.vivanews.com,http://techno.okezone.com,http://nasional.kompas.com,http://kominfo.go.id