KEPEMIMPINAN


Pengertian Kepemimpinan
Seiring perkembangan zaman, kepemimpinan secara ilmiah mulai berkembang bersamaan dengan pertumbuhan manajemen ilmiah yang lebih dikenal dengan ilmu tentang memimpin. Hal ini terlihat dari banyaknya literatur yang mengkaji tentang kepemimpinan dengan berbagai sudut pandang atau perspektifnya. Kepemimpinan tidak hanya dilihat dari bak saja, akan tetapi dapat dilihat dari penyiapan sesuatu secaraƂ  berencana dan dapat melatih calon-calon pemimpin.
Kepemimpinan atau leadership merupakan ilmu terapan dari ilmu-ilmu social, sebab prinsip-prinsip dan rumusannya diharapkan dapat mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan manusia (Moejiono, 2002). Ada banyak definisi kepemimpinan yang dikemukakan oleh para pakar menurut sudut pandang masing-masing, definisi-definisi tersebut menunjukkan adanya beberapa kesamaan.
Definisi kepemimpinan menurut Tead; Terry; Hoyt (dalam Kartono, 2003) adalah kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok. Kepemimpinan menurut Young (dalam Kartono, 2003) lebih terarah dan terperinci dari definisi sebelumnya. Menurutnya kepemimpinan adalah bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi yang khusus.
Dalam teori kepribadian menurut Moejiono (2002) memandang bahwa kepemimpinan tersebut sebenarnya sebagai akibat pengaruh satu arah, karena pemimpin mungkin memiliki kualitas-kualitas tertentu yang membedakan dirinya dengan pengikutnya. Para ahli teori sukarela (compliance induction theorist) cenderung memandang kepemimpinan sebagai pemaksaan atau pendesakan pengaruh secara tidak langsung dan sebagai sarana untuk membentuk kelompok sesuai dengan keinginan pemimpin (Moejiono, 2002).
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok, kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau kelompok, memiliki kemampuan atau keahlian khusus dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya, untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok.

Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Cara alamiah mempelajari kepemimpinan adalah "melakukanya dalam kerja" dengan praktik seperti pemagangan pada seorang seniman ahli, pengrajin, atau praktisi Dalam hubungan ini sang ahli diharapkan sebagai bagian dari peranya memberikan pengajaran/instruksi.

Teori Kepemimpinan.
Di dalam memahami tentang kepemimpinan, banyak orang telah melakukan penelitian, penelitian-penelitian tersebut telah melahirkan teori-teori baru tentang kepemimpinan.  Teori-teori inilah yang selanjutnya akan dipergunakan sebagai bahan studi bagi orang lain, demikianlah seterusnya, berputar bagaikan sebuah roda yang
menggelinding terus pada sumbunya. Demikian pula penulis dalam memperluas pemahaman tentang konsep-konsep yang akan dihasilkan maka harus mendasari pemikiran dengan menggunakan teknik studi literatur atau pustaka.
Khusus untuk pemahaman tentang kepemimpinan, penulis akan memberikan beberapa konsep tentang kepemimpinan. Konsep-konsep kepemimpinan ini dapat ditunjukan didalam teori kepemimpinan. Berkaitan dengan judul Skripsi ini, yaitu tentang  perilaku kepemimpinan, maka untuk lebih mengarahkan pembahasan di bawah ini akan diuraikan tentang teori kepemimpinan dengan model pendekatan perilaku.
Hal ini sesuai beberapa teori yang dikemukan oleh Miftah Thoha (1995:34) sebagai berikut :
  1. Teori Sifat (Trait Theory)
Menurut teori ini bahwa untuk mengetahui tentang kepemimpinan harus dimulai dengan memusatkan perhatianya pada pemimpin itu sendiri.  Penekanannya ialah tentang sifat-sifat yang membuat seseorang sebagai pemimpin. Menurutnya teori awal tentang sifat ini dapat ditelusuri dari zaman Yunani kuno dan zaman Roma. Pada zaman itu bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukanya dibuat. Seperti halnya teori The Great Man yang menyatakan bahwa seorang yang dilahirkan sebagai pemimpin ia akan menjadi pemimpin apakah ia mempunyai sifat atau tidak mempunyai sifat sebagai pemimpin.
Teori Great Man baru dapat memberikan arti lebih realistis terhadap pendekatan sifat dari pemimpin, setelah mendapat pengaruh dari aliran perilaku pemikir psikologi. Yaitu ditegaskan bahwa dalam kenyataanya sifat-sifat kepemimpinan itu tidak seluruhnya dilahirkan, tetapi dapat juga dicapai melalui pendidikan dan pengalaman.  Oleh karenanya perhatian terhadap kepemimpinan dialihkan kepada sifat-sifat umum yang dimiliki oleh pemimpin, tidak menekankan  apakah pemimpin dilahirkan atau dibuat.  Oleh karena itu sejumlah sifat-sifat seperti fisik, mental, kepribadian menjadi pusat perhatian untuk diteliti.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh pera peneliti dapat disimpulkan bahwa diantara sifat-sifat yang cenderung mempengaruhi timbulnya kepemimpinan antara lain adalah kecerdasan, inisiatif, keterbukaan, antusiasme, kejujuran, simpati, dan kepercayaan pada diri sendiri.  Namun tidak semua sifat-sifat tersebut bisa diterapkan pada semua bidang,  terutama pada organisasi, dikatakan bahwa keberhasilan seorang manajer tidak semata-mata dipengaruhi oleh sifat-sifat tadi, artinya tidak ada hubungan sebab akibat  dari sifat yang diteliti diatas dengan keberhasilan seorang manajer.
Akhirnya kesimpulan dari teori sifat ini diketahui bahwa tidak ada korelasi sebab akibat antara sifat dan keberhasilan manajer, sehingga mendorong Keith Davis yang disarikan oleh Miftah Thoha (1995:33) untuk merumuskan empat sifat umum yang mempengaruhi terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi, yaitu:
a)      Kecerdasan, Hasil penelitian pada umumnya membuktikan bahwa pemimpin mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih  tinggi dibandingkan dengan yang dipimpin. Namun demikian, yang sangat menarik dari penelitian tersebut ialah pemimpin tidak bisa melampaui terlalu banyak dari kecerdasan pengikutnya.
b)      Kedewasaan dan keluasan hubungan sosial. Pemimpin cenderung menjadi matang dan mempunyai emosi yang stabil, serta mempunyai perhatian yang luas terhadap akitivitas-aktivitas sosial. Dia mempunyai keinginan menghargai dan dihargai.
c)      Motivasi diri dan dorongan berprestasi. Para pemimpin seara realatif mempunyai dorongan motivasi yang kuat untuk berprestasi. Mereka bekerja berusaha mendapatkan penghargaan yang intrinsik dibandingkan dari yang ekstrinsik.
d)     Sikap sikap hubungan kemanusiaan. Pemimpin-pemimpin yang berhasil mau mengakui harga diri dan kehormatan pengikutnya dan mampu berpihak kepadanya. Dalam istilah penelitian Universitas Ohio pemimpin itu mempunyai perhatian dan kalau mengikuti istilah penemuan michigan pemimpin itu berorientasi pada karyawan bukanya beorientasi pada produksi.
2. Teori   G.R. Terry
Disamping teori yang dikemukakan oleh Miftah Thoha di atas,  ada teori kepemimpinan yang disampaikan oleh G.R. Terry yang disunting oleh Winardi, mengelompokan teori tentang kepemimpinan ke dalam 8 teori.  Ke delapan teori tersebut antara lain :
1.      Teori Otokratis ( The autocratic theory)
2.      Teori Psikologis (The psucologic  theory)
3.      Teori sosiologis  (The sosiologic teory)
4.      Teory suportif (The Suportive theory)
5.      Teori Laisez Faire (The Laissez Faire theory)
6.      Teori Perilaku Pribadi (The personal Behaviour theory)
7.      Teori sifat (Trait theory)
8.      Teori situasi (The situational theory)
Pendapat lain tentang kepemimpinan dikemukakan oleh Shaun Tyson dan Tony  Jackson (2000:83).  Dalam uraianya dikemukakan olehnya bahwa :”kepemimpinan sebagai pengaruh yang meliputi transaksi terus-menerus antara pemimpin dan pengikut”. Implikasi dari hal tersebut menurutnya bahwa kepemimpinan terjadi didasarkan atas kondisi sebagai berikut:
§  Pemimpin harus menunjukan penyebab terjadinya sesuatu.
§  Hubungan perilaku pemimpin dan pengaruhnya harus dapat diamati
§  Harus ada perubahan-perubahan yang riil dalam perilaku anggota organisasi dan dalam hasil akhir yang berikutnya sebagai konsekuensi tindakan pemimpin.


2.3.1        Fungsi Kepemimpinan

Kepemimpinan yang efektif akan terwujud apabila dijalankan sesuai dengan fungsinya. Fungsi kepemimpinan itu berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok/organisasi masing-masing, yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada di dalam dan bukan di luar situasi itu. Pemimpin harus berusaha agar menjadi bagian di dalam situasi sosial kelompok/oreganisasinya.
Pemimpin yang membuat keputusan dengan memperhatikan situasi sosial kelompok organisasinya, akan dirasakn sebagai keputusan bersama yang menjadi tanggung jawab bersama pula dalam melaksanakannya. Dengan demikian akan terbuka peluang bagi pemimpin untuk mewujudkan fungsi-fungsi kepemimpinan sejalan dengan situasi sosial yang dikembangkannya.

Fungsi kepemimpinan memiliki dua dimensi sebagai berikut :
1.      Dimensi yang berkenaan dengan tingkat kemampuan mengarahkan (direction) dalam tindakan atau aktivitas pemimpin, yang terlihat pada tanggapan orang-orang yang dipimpinnya.
2.      Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan (support) atau keterlibatan orang-orang yang dipimpin dalam melaksanakan tugas-tugas pokok kelompok/organisasi, yang dijabarkan dan dimanifestasikan melalui keputusan-keputusan dan kebijaksanaan pemimpin.
Berdasarkan kedua dimensi itu, selanjutnya secara operasional dapat dibedakan lima fungsi pokok kepemimpinan. Kelima fungsi kepemimpinan itu adalah :
3.1.1 Fungsi Instruktif
Fungsi ini berlangsung dan bersifat komunikasi satu arah. Pemimpin sebagai pengambil keputusan berfungsi memerintahkan pelaksanaanya pada orang-orang yang dipimpinnya.
Fungsi ini berarti juga keputusan yang ditetapkan tidak akan ada artinya tanpa kemampuan mewujudkan atau menterjemahkannyamenjadi instruksi/perintah. Selanjutnya perintah tidak akan ada artinya jika tidak dilaksanakan. Oleh karena itu  sejalan dengan pengertian kepemimpinan, intinya adalah kemampuan pimpinan menggerakkan orang lain agar melaksanakan perintah, yang bersumber dari keputusan yang telah ditetapkan.
3.1.2 Fungsi Konsultatif
Fungsi ini berlansung dan bersifat komunikasi dua arah , meliputi pelaksanaannya sangat tergantung pada pihak pimpinan. Pada tahap pertama dalam usaha menetapkan keputusan, pemimpin kerap kali memerlukan bahan pertimbangan, yang mengharuskannya berkonsultasi dengan orang-orang yang dipimpinnya. Konsultasi itu dapat dilakukan secara terbatas hanya dengan orang-orang tertentu saja, yang dinilainya mempunyai berbagai bahan informasi yang diperlukannya dalam menetapkan keputusan.
Tahap berikutnya konsultasi dari pimpinan pada orang-orang yang dipimpin dapat dilakukan setelah keputusan ditetapkan dan sedang dalam pelaksanaan. Konsultasi itu dimaksudkan untuk memperoleh masukan berupa impan balik (feed Back) yang dapat dipergunakan untuk memperbaiki dan menyempurnakan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan dan dilaksanakan.
Dengan menjalankan fungsi konsultatif dapat diharapkan keputusan pimpinan, akan mendapat dukungan dan lebih mudah menginstruksikannya, sehingga kepemimpinan berlansung efektif. Fungsi konsultatif ini mengharuskan pimpinan belajar menjadi pendengar yang baik, yang biasanya tidak mudah melaksanakannya, mengingat pemimpin lebih banyak menjalankan peranan sebagai pihak yang didengarkan. Untuk itu pemimpin harus meyakinkan dirinya bahwa dari siapa pun juga selalu mungkin diperoleh gagasan, aspirasi, saran yang konstruktif bagi pengembangan kepemimpinanya.
3.1.3 Fungsi Partisipasi
Fungsi ini tidak sekedar berlangsung dan bersifat dua arah, tetapi juga berwujud pelaksanaan hubungan manusia yang efektif, antara pemimpin dengan sesama orang yang dipimpinnya, baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam melaksanakannya.
Fungsi partisipasi hanya akan terwujud jika pemimpin mengembangkan komunikasi yang memungkinkan terjadinya pertukaran pendapat, gagasan dan pandangan dalam memecahkan masalah-masalah, yang bagi pimpinan akan dapat dimanfaatkan untuk mengambil keputusan-keputusan.sehubungan dengan itu musyawarah menjadi penting, baik yang dilakukan melalui rapat-rapat mapun saling mengunjungi pada setiap kesempatan yang ada.musyawarah sebagai kesempatan berpartisipasi, harus dilanjutkan berupa partisipasi  dalam berbagai kegiatan melaksanakan program organisasi.
3.1.4 Fungsi Delegasi
Fungsi ini dilaksanakan dengan memberikan limpahan wewenang membuat/menetapkan keputusan, baik melalui persetujuan maupun tanpa persetujuan dari pimpinan. Fungsi ini mengharuskan pemimpin memilah-milah tugas pokok organisasi dan mengevaluasi yang dapat dan tidak dapat dilimpahkan pada orang-orang yang dipercayainya. Fungsi delegasi pada dasarnya berarti kepercayaan, pemimpin harus bersedia dapat mempercayai orang-orang lain, sesuai dengan posisi/jabatannya, apabila diberi pelimpahan wewenang. Sedang penerima delegasi harus mampu memelihara kepercayaan itu, dengan melaksanakannya secara bertanggung jawab.
Fungsi pendelegasian harus diwujudkan seorang pemimpin karena kemajuan dan perkembangan kelompoknya tidak mungkin diwujudkannya sendiri. Pemimpin seorang diri tidak akan dapat berbuat banyak dan bahkan mungkin tidak ada artinya sama sekali. Oleh karena itu sebagian wewenangnya perlu didelegasikan pada para pembantunya, agar dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.
3.1.5  Fungsi Pengedalian
Fungsi  pengendalian     merupakan  fungsi kontrol. Fungsi ini cenderung bersifat satu arah, meskipun tidak mustahil untuk dilakukan dengan cara komunikasi secara dua arah. Fungsi pengendalian  bermaksud  bahwa kepemimpinan   yang       sukses  atau efektif mampu mengatur aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal. Sehubungan dengan itu berarti fungsi pengendalian dapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi, dan pengawasan. Dalam kegiatan tersebut pemimpin harus aktif, namun tidak mustahil untuk dilakukan dengan mengikutsertakan anggota kelompok/organisasinya.
Pendapat lain tentang peran kepemimpinan adalah seperti yang diungkapkan oleh Emmett C Murphy (1998) dalam bukunya yang berjudul “IQ Kepemimpinan” yaitu bahwa peran kepemimpinan antara lain terbagi kedalam :
1.      Pemilih
2.      Penghubung
3.      Pemecah Masalah
4.      Evaluator
5.      Negosiator
6.      Penyembuh
7.      Pelindund
8.      The Synergizer

2.3.2        Sifat Kepemimpinan

Berkaitan dengan perilaku kepemimpinan, maka dalam memperdalam pemahamaman konsep kepemimpinan tidak terlepas dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh pemimpin. Mengapa demikian, karena antara perilaku dan sifat yang melekat pada diri seorang pemimpin merupakan dua hal yang saling berkaitan. Oleh karena itu secara hakiki mempelajari perilaku kepemimpinan sama saja artinya dengan mempelajari sifat-sifat kepemimpinan.  Banyak ahli telah melakukan penelitian dalam mengkaji masalah kepemimpinan dengan berbagai cara, salah satu cara yang dilakukan adalah dengan mengenali karakteristik sifat.
Adapun beberapa ciri-ciri atau sifat-sifat kepemimpinan  antaral lain seperti yang  diungkapakan oleh Sukarna (1993:7) tentang sifat kepemimpinan administrasi negara liberal, yang selanjutnya secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut :
Kepemimpinan administrasi negera liberal adalah bersifat melayani, kepemimpinan ini cenderung kearah sekuleris atau dapat juga dikatakan kepemimpinan demokratik sekuleristik.
Dalam uraian lebih rinci sukarna menekankan bahwa kepemimimpinan liberalistik memiliki ciri sebagai berikut:
1.      Berorientasi kepada kepercayaan publik atau kepentingan rakyat. Ini merupakan perwujudan dari sifat demokratik,  yaitu dari, oleh dan untuk rakyat.
2.      Kepemimpinan dalam administrasi negara liberal adalah kepemimpinan yang etis konstitusional .
3.      Kepemimpinan dalam administrasi negara liberal ada juga bersifat oposif yaitu menentang terhadap ajaran-ajaran politik, ekonomi, sosial dan budaya yang tidak bersifat liberalistik.
4.      Kepemimpinan administrasi negara liberal bersifat integratif, yaitu tidak bisa dipisahkan dengan kepemimpinannya didalam masyarakat.
Tinjauan di atas merupakan karakteristik kepemimpinan dalam konteks formal, yaitu kontek kepemimpinan kenegaan. Dalam memperkaya khasanah kepemimpinan ini, penulis juga mengambil satu pemikiran bahwa untuk dapat menggali secara menyeluruh tentang teori kepemimpinan maka harus mengkaji sifat atau karakteristik kepemimpinan yang sudah berhasil, artinya bahwa kepemimpinannya telah teruji dan terbukti secara nyata.
Bagi orang Islam tentunya tidak akan berfikir lain, bahwa karakteristik kepemimpinan yang jelas-jelas telah teruji dan terbukti adalah figur kepemimpinan Rasulullah Saw. Bahwa dengan kepastian yang tidak ada seorangpun ragu atasnya, rasulullah Saw, telah dijadikan sebagai seorang pemimpin umat yang menjadi suri tauladan dan rahmatan lil alamin atau rahmat bagi seluruh alam. Oleh karenanya umat Islam telah meyakini untuk mengikuti pimpinanya itu sampai dengan akhir hayatnya. Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah, dalam sabdanya yang mengingatkan kepada kita semua yaitu "Tidak diangkat seorang imam (pemimpin) di dalam atau di luar shalat kecuali untuk diikuti".  Hadis ini menunjukan dengan tegas kepada kita bahwa yang namanya pemimpin itu harus diikuti dan ditaati. Perintah untuk taat dan patuh kepada imam (pemimpin) ini ditegaskan pula oleh Allah SWt dalam firmannya  QS. An Nisa Ayat 59 yang artinya "Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul serta para wali al amr (pemimpin penguasa) di antaramu".
Kewajiban untuk taat dan patuh kepada pemimpin dalam pandangan Islam adalah karena ia dipilih oleh umat, dengan memiliki sifat-sifat yang terpuji (mulia). Dengan demikian, seorang pemimpin dalam proses kepemimpinanya tidak terlepas dari pandangan allah dan umat (yang dipimpinya) .Pemimpin harus memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi, baik dihadapan Allah maupun manusi. Agar tanggung jawab kepemimpinanya dapat terlaksana dengan baik, maka ia harus memiliki sifat -sifat  yang ada dan dicontohkan oleh Rasulullah, yang dalam hal ini merupakan teladan yang baik dan telah berhasil memimpin dunia karena ia memiliki sifat-sifat yang terpuji. Rasulullah memimpin manusia dengan sifat-sifatnya yang mulia sehigga sampai sekarang sifat-sifat kepemimpinannya menjadi acuan bagi setiap pemimpin, khususnya bagi umat Islam. Kepemimpinan rasulullah degan sifatnya yang menjadi rahmat bagi seluruh alam ditgaskan dalam Al Qur’an bahwa "Dan tidaklah kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk menjadi Rahmat bagi semesta alam" (QS. Al - Anbiya (21):107)
Sementara itu Winardi cenderung membagi sifat kepemimpinan ke dalam beberapa golongan, pembagian ini didasarkan pada penelitian terhadap sejumlah orang yang dikenal sebagai pempin dan kemudian mempelari sifat-sifat  mereka.  Dari hasil penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa terdapat sejumlah sifat  yang dianggapnya perlu dimiliki oleh pemimpin, sifat-sifat tersebut adalah :
1.      Energi, fisik, dan syaraf.
2.      Sifat mengenal tujuan dan arah.
3.      Enthusiasme
4.      Sifat ramah dan afeksi
5.      Integritas
6.      Kemampuan teknis
7.      Dapat mengambil keputusan
8.      Itelegensi
9.      Kemampuan untuk mengajarkan sesuatu
10    Kepercayaan
Dari sepuluh sifat kepemimpinan di atas membuktikan bahwa, apabila seorang pemimpin memiliki sifat-sifat tersebut di atas maka ada jaminan bahwa pemimpin akan sanggup melaksanakan tugas kepemimpinanya dengan baik.
Sedangkan Imam Munawir (1993:167) mengemukakan beberapa karakteristik kepemimpinan secara umum. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa pada hakekatnya seroang pemimpin yang brilliant adalah seorang pemimpin yang memiliki segala sifat kepemimpinan, akan tetapi setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan. Dalam rangka menghadapi persoalan tersebut Imam Munawir (1983:68) merangkum beberapa sifat kepimimpinan sebagaimana tersebut di bawah ini ;
1.      Kuat aqidah
2.      Sederhan dan jujur
3.      Kekuatan jasmaniah yang kuat
4.      Kekuatan rohaniah yang cukup
5.      Berjiwa integrasi (pemersatu)
6.      Tidak memiliki watak Fir’aunisme, akuisme, vested interest (memintingkan diri sendiri)
7.      Percaya pada diri sendiri
8.      Cepat dan tepat mengambil keputusan
9.      Ramah-ramah dan penuh pengertian
10.  Memiliki reputasi yang menyeluruh
11.  Memiliki kecakapan teknis
12.  Cerdas
13.  Penuh semangat berjuang (anthusiasme)
14.  Semangat mencapai tujuan
15.  Sabar (tahan uji) dan tawakal
16.  Keberanian untuk mengamalkan sesuatu yang diyakininya.
17.  Adil dalam segala hal.
18.  Luwes dalam pengetrapan, teguh dalam pedirian.
19.  Sepi ing pamrih rame ing gawe (ikhlas)
20.  Kecakapan menimbang
21.  Mampu merumuskan program secara jelas dan terperinci.
22.  Bertanggung jawab
23.  Tawadu’ (rendah hati)
24.  Tegas dan bijaksana
25.  Waspada dan memiliki penglihatan sosial yang tajam
26.  Penuh daya tarik (simpatik)
27.  Daya ingat yang besar
28.  Penuh inisiatif dan daya cipta (kreatif)
29.  Kemampuan mendengar, menimbang, menyeleksi
30.  Ramah tamah dan penuh perasaan
31.  Obyektif dalam menganalisa sesuatu
32.  Memiliki humor yang segar
33.  Mampu menanamkan rasa kebersamaan (takafulul ijtima’)
34.  Engergetik dan penuh gairah
35.  Kesiap siagaan
36.  Kesetiaan terhadap tugas (loyalitas)
37.  Suka melindungi
38.  Cakap akan maslah yang ditanganinya
39.  Istiqamah (tetap teguh dalam pendirian)
40.  Memiliki sibghah dan wikhah (corak dan arah)
41.  Memiliki tasamuh (toleransi)
42.  Berjiwa demokratis
43.  Berpandangan luas dan tidak fanatik golongan
44.  Terbuka menerima ide, saran, dan gagasan
45.  Terbuka menerima kritik
46.  Memiliki kharisma
47.  Bersedia menciptakan tenaga pengganti (productive type)
48.  Tidak terlalu mementingkan gelar atau imbalan
49.  Disiplin
50.  Lebih mengutamakan lisanul hal (tindak tanduk perbuatan)
daripada lisanul maqal (ucapan, janji)

Dengan terangkumnya sifat-sifat kepemimpinan yang begitu banyak tersebut, dimaksudkan untuk dijadikan bahan renungan dan cerminan terhadap sifat-sifat kepemimpinan yang ideal yang harus dimiliki oleh setiap pemimin. Disamping itu dengan sifat-sifat tersebut kita dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan yang ada pada diri seorang pemimpin. Dengan demikian hal tersebut dapat dijadikan bahan acuan untuk menemukan indikator kepemimpinan yang cocok dan sesuai untuk diterapkan dalam organisasi atau kelompok kita.
Dari beberapa pendapat tentang sifat kepemimpinan di atas, maka selanjutnya akan dijadikan sebagai landasan dalam membahas dan menganalisis tentang topik utama dalam karya tulis ini yaitu tentang perilaku kepemimpinan dalam konteks realita. Artinya dengan sifat-sifat ini kita dapat menjadikan rujukan dan referensi dalam menentukan kepemimpinan yang sesuai dalam realitanya.

2.3.3        Gaya Kepemimpinan

Perilaku dan sifat kepemimpinan seseorang akan melahirkan gaya kepemimpinan yang dimainkannya. Jadi gaya kepemimpinan seseorang dapat di nilai dari perilaku dan sifat yang ditimbulkannya. Yang dimaksud dengan gaya kepemimpinan (style) ialah cara pemimpin membawa diri sendiri sebagai pemimpin, cara ia “berlaga” dalam menggunakan kekuasaaanya.” (J. Riberu, 1982:15). Pada umumnya gaya kepemimpinan di setiap lembaga atau organisasi tertentu berbeda. “Berbagai gaya perilaku pemimpin berfokus pada dua gaya dasar yang berorientasi pada hubungan dengan bawahan atau “concern for people” (Nanang Fattah, 1996:93).
Teori kepemimpinan yang menarik adalah contingency model leadership efectiveness dari Fiedler (1974) dalam bukunya”leadership and efective management” dijelaskan bahwa efektivitas suatu kelompok atau organisasi tergantung pada interaksi antara kepribadian pemimpin dan situasi. Situasi dirumuskan dalam dua karakteristik, yakni : (1) derajat situasi diamana Pemimpin menguasai, mengendalikan, dan mempengaruhi orang lain, (2) derajat situasi yang menghadapkan manajer (pimpinan) dengan ketidakpastian. Situasi dinilai  dalam istilah situasi yang menguntungkan atau tidak menguntungkan. Situasi yang menguntungkan atau tidak menguntungkan apabila dikombinasikan dengan gaya kepemimpinan berorientasikan tugas akan efektif. Apabila situasi yang menguntungkan atau tidak menguntungkan hanya moderat, tipe pemimpin hubungan manusiawi atau toleran dan lunak akan sangat efektif.
Lebih lanjut kalau kita mempelajari pandangan para teoritisi dan praktisi yang mendalami teori kepemimpinan dan gaya manajerial dalam mengelola organisasi yang besar dan kompleks, mereka menekankan beberapa hal yang mendapat perhatian penting. Pertama, kepemimpinan efektif adalah kepemimpinan yang situasional. Kita kenal beberapa tipologi kepemimpinan, seperti tipe kharismatik, paternalistik, demokratik, partisipatif, otokratik, dan laissez faire. Tipe-tipe kepemimpinan tersebut pada prakteknya mungkin bisa dilaksanakan semuanya atau juga salah satunya dilaksanakan. Yang jelas tipe-tipe tersebut seperti itu dalam proses kepemimpinan seseorang mungkin pernah dilakukan. Seorang pemimpin yang memahami benar pada saat dan waktu yang tepat untuk menerapkan salah satu tife kepemimpinan yang efektif dalam mengambil kebijakan, keputusan, sikap, dan tindakannya. Dengan demikian, teori kepemimpinan menekankan pula bahwa tidak ada satu tipe yang cocok dan tepat untuk diterapkan secara konsisten pada semua jenis organisasi/situasi. Kedua, gaya manajerial yang tepat ditentukan oleh tingkat kedewasaan atau kematangan para anggota organisasi. Jika pemimpin organisasi mempunyai persepsi bahwa para anggota adalah orang-orang yang sudah matang dan dewasa, dalam arti pengetahuan, keterampilan, pengalaman, mental, intelektual, dan emosional, maka gaya kepemimpinan partisipatiflah yang tepat untuk ditampilkan. Sebaliknya, apabila anggota dalam organisasi itu menampilkan sikap yang menunjukkan ketidakdewasaan, apalagi disertai dengan perilaku yang disfungsional, sangat mungkin gaya kepemimpinan yang cocok adalah gaya paternalistik atau bahkan pada satu yang tepat itu ia akan otoriter. Ketiga, peranan apa yang diharapkan oleh para pemimpin dalam organisasi. Seperti diketahui para pemimpin diharapkan dapat memainkan berbagai jenis peranan, pemrakarsa visi, memotivasi, menyampaikan informasi, menanamkan nilai-nilai luhur, menjadi teladan untuk diikuti dan berbagai peranan lainnya.
Memahami gaya kepemimpinan seseorang sangatlah kompleks, sehingga memunculkan berbagai gaya yang bervariasi satu sama lain. Dari berbagai kombinasi gaya kepemimpinan lahir gaya kepemimpinan dasar yang terdapat pada diri seorang pemimpin (Hersey dan Blanchart, 1977) seperti dikutip oleh Nanang Fattah (1996:93), lihat gambar  di bawah ini :
Gambar 2.7
Kombinasi Gaya Kepemimpinan








TINGGI
 





Pertimbangan
 




Supportive or Human Relation Leadership

# Orientasi orang tinggi
# orientasi tugas rendah


Participative Democratic Leadership

# Orientasi orang tinggi
# orientasi tugas tinggi
RENDAH
 
Abdicative or Laissez Faire Leadership

# Orientasi orang
rendah
# orientasi tugas rendah


Directive or autocratic
Leadership

#Orientasi  orang rendah
# orientasi tugas tinggi










Rendah
 


Tinggi
 






Sumber: Edgar, H. Schein(1980), diterjemahkan oleh: Nurul Iman (1985:147)
Sedangkan menurut Reddin (1970) dalam bukunya “ Manajerial Effectiveness” dijelaskan bahwa penambahan komponen efektivitas pada dua dimensi kepemimpinan yang sudah ada (dimensi tugas dan dimensi hubungan) sistem misi manajerial (manajerial Grid) dari Blake dan Mounton yang disarikan oleh Nanang Fatah (1996:94) mengidentifikasikan selang perilaku manajemen atas dasar berbagai cara yang membuat gaya berorientasi kepada tugas dan gaya yang berorientasi kepada karyawan, masing-masing dinyatakan sebagai suatu rangkaian kesatuan pada skala 1 sampai 9 yang berinteraksi satu sama lain (lihat gambar 2.8) tentang kisi-kisi manajerial (manajerial Grid).
Gambar 2.8
Orientasi Gaya Kepemimpinan



Tinggi                  1.9                     9.9


Perhatian                         5.5
Kepada
orang


rendah             1.1                               9.1


Rendah     perhatian pada produk        tinggi


Sumber : : Edgar, H. Schein(1980), diterjemahkan oleh: Nurul Iman (1985:155)

Gaya kepemimpinan 1.1 tergolong pemimpin miskin (impoverished management) dengan perhatian yang rendah orang dan rendah terhadap tugas. Gaya kepemimpinan 1.9 adalah kekeluargaan (country club) perhatian yang tinggi kepada karyawan, tetapi rendah perhatian terhadap tugas. Gaya pemimpin 9.1 adalah manajemen tugas atau gaya otoriter yakni perhatian tinggi terhadap tugas, tetapi rendah perhatian pada orang. Gaya pemimpin 5.5 adalah gaya manajemen jalan tengah (middle road) sedang-sedang saja pada tugas maupun pada orang. Gaya 9.9 adalah gaya manajemen kelompok atau demokratis yakni perhatian yang tinggi baik kepada tugas maupun pada orang dan gaya ini biasanya lebih efektif dan mendapat dukungan kuat dari anggota organisasi.

Tipe-Tipe Kepemimpinan
1. Tipe Kharismatis
Tipe kepemimpinan karismatis memiliki kekuatan energi, daya tarik dan pembawaan yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya dan pengawal-pengawal yang bisa dipercaya. Kepemimpinan kharismatik dianggap memiliki kekuatan ghaib (supernatural power) dan kemampuan-kemampuan yang superhuman, yang diperolehnya sebagai karunia Yang Maha Kuasa. Kepemimpinan yang kharismatik memiliki inspirasi, keberanian, dan berkeyakinan teguh pada pendirian sendiri. Totalitas kepemimpinan kharismatik memancarkan pengaruh dan daya tarik yang amat besar.
2. Tipe Paternalistis/Maternalistik
Kepemimpinan paternalistik lebih diidentikkan dengan kepemimpinan yang kebapakan dengan sifat-sifat sebagai berikut: (1) mereka menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak/belum dewasa, atau anak sendiri yang perlu dikembangkan, (2) mereka bersikap terlalu melindungi, (3) mereka jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil keputusan sendiri, (4) mereka hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada bawahan untuk berinisiatif, (5) mereka memberikan atau hampir tidak pernah memberikan kesempatan pada pengikut atau bawahan untuk mengembangkan imajinasi dan daya kreativitas mereka sendiri, (6) selalu bersikap maha tahu dan maha benar.
Sedangkan tipe kepemimpinan maternalistik tidak jauh beda dengan tipe kepemimpinan paternalistik, yang membedakan adalah dalam kepemimpinan maternalistik terdapat sikap over-protective atau terlalu melindungi yang sangat menonjol disertai kasih sayang yang berlebih lebihan.
3. Tipe militeristik
Tipe kepemimpinan militeristik ini sangat mirip dengan tipe kepemimpinan otoriter. Adapun sifat-sifat dari tipe kepemimpinan militeristik adalah: (1) lebih banyak menggunakan sistem perintah/komando, keras dan sangat otoriter, kaku dan seringkali kurang bijaksana, (2) menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahan, (3) sangat menyenangi formalitas, upacara-upacara ritual dan tanda-tanda kebesaran yang berlebihan, (4) menuntut adanya disiplin yang keras dan kaku dari bawahannya, (5) tidak menghendaki saran, usul, sugesti, dan kritikan-kritikan dari bawahannya, (6) komunikasi hanya berlangsung searah.
4. Tipe Otokratis (Outhoritative, Dominator)
Kepemimpinan otokratis memiliki ciri-ciri antara lain: (1) mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan mutlak yang harus dipatuhi, (2) pemimpinnya selalu berperan sebagai pemain tunggal, (3) berambisi untuk merajai situasi, (4) setiap perintah dan kebijakan selalu ditetapkan sendiri, (5) bawahan tidak pernah diberi informasi yang mendetail tentang rencana dan tindakan yang akan dilakukan, (6) semua pujian dan kritik terhadap segenap anak buah diberikan atas pertimbangan pribadi, (7) adanya sikap eksklusivisme, (8) selalu ingin berkuasa secara absolut, (9) sikap dan prinsipnya sangat konservatif, kuno, ketat dan kaku, (10) pemimpin ini akan bersikap baik pada bawahan apabila mereka patuh.
5. Tipe Laissez Faire
Pada tipe kepemimpinan ini praktis pemimpin tidak memimpin, dia membiarkan kelompoknya dan setiap orang berbuat semaunya sendiri. Pemimpin tidak berpartisipasi sedikit pun dalam kegiatan kelompoknya. Semua pekerjaan dan tanggung jawab harus dilakukan oleh bawahannya sendiri. Pemimpin hanya berfungsi sebagai simbol, tidak memiliki keterampilan teknis, tidak mempunyai wibawa, tidak bisa mengontrol anak buah, tidak mampu melaksanakan koordinasi kerja, tidak mampu menciptakan suasana kerja yang kooperatif. Kedudukan sebagai pemimpin biasanya diperoleh dengan cara penyogokan, suapan atau karena sistem nepotisme. Oleh karena itu organisasi yang dipimpinnya biasanya morat marit dan kacau balau.
6. Tipe Populistis
Kepemimpinan populis berpegang teguh pada nilai-nilai masyarakat yang tradisonal, tidak mempercayai dukungan kekuatan serta bantuan hutang luar negeri. Kepemimpinan jenis ini mengutamakan penghidupan kembali sikap nasionalisme.
7. Tipe Administratif/Eksekutif
Kepemimpinan tipe administratif ialah kepemimpinan yang mampu menyelenggarakan tugas-tugas administrasi secara efektif. Pemimpinnya biasanya terdiri dari teknokrat-teknokrat dan administratur-administratur yang mampu menggerakkan dinamika modernisasi dan pembangunan. Oleh karena itu dapat tercipta sistem administrasi dan birokrasi yang efisien dalam pemerintahan. Pada tipe kepemimpinan ini diharapkan adanya perkembangan teknis yaitu teknologi, indutri, manajemen modern dan perkembangan sosial ditengah masyarakat.
8. Tipe Demokratis
Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia dan memberikan bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi pekerjaan pada semua bawahan, dengan penekanan pada rasa tanggung jawab internal (pada diri sendiri) dan kerjasama yang baik. kekuatan kepemimpinan demokratis tidak terletak pada pemimpinnya akan tetapi terletak pada partisipasi aktif dari setiap warga kelompok.
Kepemimpinan demokratis menghargai potensi setiap individu, mau mendengarkan nasehat dan sugesti bawahan. Bersedia mengakui keahlian para spesialis dengan bidangnya masing-masing. Mampu memanfaatkan kapasitas setiap anggota seefektif mungkin pada saat-saat dan kondisi yang tepat.
Refleksi:
Pada dasarnya gaya kepemimpinan ini bukan suatu hal yang mutlak untuk diterapkan, karena pada dasarnya semua jenis gaya kepemimpinan itu memiliki keunggulan masing-masing. Pada situasi atau keadaan tertentu dibutuhkan gaya kepemimpinan yang otoriter, walaupun pada umumnya gaya kepemimpinan yang demokratis lebih bermanfaat. Oleh karena itu dalam aplikasinya, tinggal bagaimana kita menyesuaikan gaya kepemimpinan yang akan diterapkan dalam keluarga, organisasi/perusahan sesuai dengan situasi dan kondisi yang menuntut diterapkannnya gaya kepemimpinan tertentu untuk mendapatkan manfaat.